CILEGON, iNewsCilegon.id – Keberhasilan Cilegon memerdekakan diri pada 9 Juli 1888, membuat Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran termasuk pasukan dari Batavia. Kalah jumlah dan persenjataan, Pasukan Cilegon terdesak. Mereka memilih melancarkan Perang Gerilya dengan menyusuri Banten Selatan.
Begitu berbahayanya Pasukan Cilegon, Belanda pun terus mengejar. Bagi Belanda, Pasukan Cilegon harus segera dikalahkan.
Menurut Bambang Irawan, Sutradara Film Geger Cilegon, untuk kategori pengejaran akhir dimulai dari tanggal 16 Juli 1888, ketika pasukan Ki Waysid meninggalkan kawasan yang saat ini dikenal sebagai kawasan PT Krakatau Steel.
"Cilegon dikuasai sepenuhnya oleh para pejuang dengan nyaris semua orang Belanda tewas," kata Bambang Irawan kepada iNews Cilegon, Rabu (29/6/2022).
BACA JUGA:
Warga Cilegon Akan Serbu Sumur Pandeglang, Napak Tilas Perang Cilegon-Belanda Tahun 1888
Pasukan Ki Wasyid menuju ke Balegedong dengan melintas jalan raya Cilegon-Anyer, melalui Kepuhdenok, Blokang, Luwuk dan sampai di Ciasahan. Mereka melanjutkan perjalanan ke Medang Batu (bermalam disana).
Pada saat itu Kyai Haji Tubagus Ismail mengusulkan agar mereka melancarkan pertempuran yang menentukan dan gugur sebagai pahlawan.
Namun keputusan yang didapat pada saat itu, adalah bergerilya ke wilayah Banten Selatan. Itu atas usulan Ki Wasyid yang disetujui oleh sebagian besar dari mereka.
Ada pun yang berbeda pendapat adalah Haji Madani, Haji Jahli dan Agus Suradikaria, yang kemudian mereka memisahkan diri dari rombongan.
Rute yang diambil oleh Ki Wasyid melalui medan yang sangat berat dan ditutupi hutan-hutan lebat. Hutan terkenal banyak macannya (harimau). Tujuannya untuk memungkinkan rombongan dapat menerobos daerah Caringin sampai ke Jungkulon (Ujung Kulon) secepatnya.
Rombongan berangkat tanggal 20 Juli 1888, dan memerlukan waktu sekitar 10 hari untuk mencapai Camara. Mengingat, sederhananya sarana-sarana yang digunakan oleh mereka, maka perjalanan tersebut merupakan peristiwa yang patut dicatat dalam sejarah logistik.
Bagaimanapun mereka bergerak dengan kecepatan yang tinggi, namun tidak cukup cepat untuk melepaskan diri dari kejaran pasukan pemerintah, dan pada tanggal 21 Juli 1888, rombongan menyebrangi sungai Cidanu.
Rombongan Haji Wasid sempat terhambat di hutan-hutan Malangnengah, Kubang Kidul dan Putri. Selama 4 hari mereka hanya dapat maju beberapa mil ke arah selatan. Mungkin merupakan bagian dari taktik pelarian, perjalanan mereka memutar ke Cinangka, dan pada tanggal 25 Juli 1888, malam, mereka baru sampai di Putri, dan menghadapi pos depan tentara. Namun dengan suatu gerak siasat yang brilian, mereka dapat berhasil melewati gardu di Putri, dan perbatasan antara Anyer dan Caringin dengan selamat.
Kemudian mereka bersembunyi di hutan Cinoyong, pada tanggal 26 Juli 1888, dan bermalam disana. Ketika itu sedang bulan purnama (berdasarkan arsip sebuah laporan) mereka melintasi jalan antara Brengas dan Cinoyong, dekat Batiku. Dan pada tanggal 26 Juli 1888 malam, mereka akhirnya berhasil menerobos blokade yang sangat ketat diantara jalan Brengas dan Cinoyong, dan penerobosan itu baru diketahui oleh tentara Belanda pada tanggal 28 Juli 1888.
Pada tanggal 29 Juli 1888, pasukan Belanda mendapat laporan bahwa pasukan Ki Wasyid dan Haji Tubagus Ismail telah menyebrangi sungai Cibungur pada malam hari, setelah memaksa tukang perahu untuk mengangkut mereka yang berjumlah 19 orang ke seberang sungai.
Mereka bersenjata 2 pucuk senapan, beberapa pucuk tombak dan selebihnya golok. Kemudian dengan menyusuri pantai, pasukan ekspedisi mengejar rombongan yang terus berjalan menuju Ciseukeut di dekat Ciseureuheun.
Pada tanggal 29 Juli 1888, pejabat pemerintah dan militer megadakan rapat di Labuan.
Rapat tersebut dihadiri oleh: Asisten Residen Caringin Van der Meulen, Patih Pandeglang Raden Surawinangun, Controlir Caringin Maas, Jaksa Caringin Tubagus Anglingkusuma, Kapten Veenhuyzen, Letnan Visser dan Sersan Wedel.
Dalam rapat itu diputuskan bahwa Kapten Veenhuyzen ditugaskan untuk memimpin pasukan Belanda ke Citeureup, untuk mencegat pasukan Ki Wasyid dan kawan-kawan.
Dan dalam sebuah laporan, juga menyatakan bahwa Wedana Panimbang, Asisten Wedana, Katumbiri dan beberapa opas sudah berangkat untuk mengejar pasukan Ki Wasyid, yang pada saat itu sudah sampai di Ciseureuheun.
Dan sebuah detasemen dibawah pimpinan Letnan Visser segera diperintahkan untuk menuju Sumur melalui daratan. Sementara detasemen yang dipimpin oleh Kapten Veenhuyzen bergerak melalui laut, untuk mengepung pasukan Ki Wasyid di Sumur.
Namun pasukan Letnan Visser yang sudah kelelahan tidak mampu melanjutkan perjalanan lewat darat kemudian berhenti di Camara dan bermaksud melanjutkan dengan menggunakan perahu ke Sumur. Namun perjalanan pasukan Visser ini tidak sampai tujuan karena perahunya dihempas angin dan kembali ke Citeureup.
Bertepatan dengan itu, Jaksa melaporkan bahwa disebuah tikungan jalan dekat Camara, ia melihat rombongan Ki Wasyid sedang berada disana. Kemudian Kapten Veenhuyzen memerintahkan seorang serdadu bernama Neuman, untuk menemui rombongan itu, dan memerintahkan menyerah, namun dibalas dengan tembakan-tembakan.
Terjadilah pertempuran jarak dekat yang cukup dahsyat, dan di pihak pasukan pemerintah jatuh beberapa korban, empat orang mendapat luka-luka, seorang diantaranya dalam keadaan cukup parah.
Kemudian pasukan Ki Wasyid pun terdesak dan para syuhada pun gugur. Ada beberapa yang dapat menyelamatkan diri, sebanyak 6 orang, diantaranya adalah : Haji Jafar, Haji Arja, Haji Saban, Ahmad, Yahya dan Saliman, yang walau pun pada akhirnya dapat ditangkap kemudian.
Dan keesokan paginya tanggal 30 Juli 1888, pukul 10, pasukan pemerintah mengangkut 11 jasad para syuhada dibawa ke Cilegon untuk diidentifikasi. Mereka dimasukan kedalam kelompok yang tewas di Cisiit, yaitu : Ki Wasyid dari Beji distrik Cilegon, Haji Abdulgani dari Arjawinangun distrik Keramatwatu, Haji Abdulgani dari Beji distrik Cilegon, Haji Khatab dari Sempu distrik Cilegon, Haji Jaya dari Citangkil distrik Cilegon, Kiyai Haji Tubagus Ismail dari Gulacir distrik Keramatwatu, Haji Kasan dari Sempu distrik Cilegon, Haji Mohamad Ali dari Kubangwatu distrik Cilegon, Haji Rameli dari Gulacir distrik Keramat Watu, Haji Ratib dari Kubangwatu distrik Cilegon, Haji Tohar dari Mamengger distrik Cilegon, Haji Usman dari Tunggak distrik Cilegon.
“Semoga para syuhada ini mendapatkan tempat yang mulia disisi Nya, serta kepada kita sekalian diberikan kekuatan untuk mengangkat serta mengenang pengorbanan mereka sehingga nama-nama ini tidak terlupakan dan ikut terkubur bersama jasadnya,” doa Bambang Irawan, Sutradara Film Geger Cilegon.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait