JAKARTA, iNewsCilegon.id - Dalam pengerekan bendera pusaka sang saka merah putih saat proklamasi 17 Agustus 1945, ada pemuda berseragam Peta mengerek bendara merah putih jahitan Ibu Fatmawati tersebut.
Karena seragam tersebutlah, musuh-musuh republik menyebut kemerdekaan Indonesia merupakan hadiah Jepang. Demikian dilansir dari buku teks tematik terpadu, Persatu dan dalam Perbedaan, penerbit Yusdistira, 2018.
Pemuda berseragam Peta tersebut adalah pemuda Komandan Kompi (Sudanco) I Jakarta Shu Tentara Pembela Tanah Air (Peta) itu adalah Abdul Latief Hendraningrat.
Abdul Latief Hendraningrat, lahir di Jakarta pada 16 Februari 1911 dan meninggal di Jakarta, 14 Maret 1983. Ketika proklamasi, dia ditunjuk sebagai penanggung jawab keamanan upacara sebab pernah menajdi Sudanco Peta di Jakarta.
Abdul Latief memiliki latar belakang pendidikan di sekolah tinggi hukum. Saat menjadi mahasiswa, ia sekaligus mengajar bahasa Inggris di beberapa sekolah menengah swasta, seperti yang dikelola Muhammadiyah dan Perguruan Rakyat.
Abdul Latief juga ternyata fasih berbicara dalam berbagai bahasa asing, seperti Inggris, Jerman, dan Prancis hingga Bahasa Belanda karena dia adalah lulusan AMS atau Algemeene Middlebare School.
Semasa penjajahan, dia mengajar di berbagai perguruan yang berorientasi pada pergerakan kemerdekaan. Pada masa pendudukan Jepang, ia giat dalam pusat latihan pemuda (Seinen Kunrenshoo) kemudian menjadi anggota pasukan Peta.
Ketika Peta resmi dibentuk pada 3 Oktober 1943, Abdul Latief langsung diangkat menjadi komandan kompi karena paling senior. Dia juga merupakan salah seorang pendiri Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Jakarta.
Setelah proklamasi, dia terlibat dalam berbagai pertempuran. Dia menjabat sebagai komando kota ketika Belanda menyerbu Yogyakarta pada 1948.
Ketika berhasil keluar dari Yogyakarta yang sudah terkepung, ia melakukan geriliya.
Setelah penyerahan kedaulatan, dia mula-mula ditugaskan di markas besar Angkatan Darat.
Dia pernah menduduki sejumlah jabatan penting seperti direktur Pusat Pendidikan Perwira TNI AD di Bandung, atase militer di Filipina, Washington DC (AS), Direktur SSKAD di Bandung, anggota DPR GR, dan sejumlah jabatan lainnya termasuk rektor IKIP Jakarta pada 1965-1966.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait