CILEGON, iNewsCilegon.id – Cilegon menjadi salah satu daerah yang gigih dalam perang melawan Belanda. Pada 9 Juli 1888, daerah di ujung barat Pulau Jawa sempat memerdekakan diri. Pasukan Cilegon di bawah kepemimpinan Kiai Haji Tubagus Ismail dan Kiai Haji Wasid melakukan pemberontakan. Semua hal yang berbau kekuasaan Belanda dimusnahkan termasuk dengan membunuh orang-orang Belanda dan pengikutnya.
iNews Cilegon akan menulis serial Perang Cilegon atau juga dikenal sebagai Geger Cilegon. Tulisan ini bersumber dari buku Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Prof Dr Sartono Kartodirjo, guru besar sejarah Universitas Gadjah Mada.
Cilegon seperti juga wilayah Nusantara lain berada di bawah Pemerintahan Belanda. Ketika itu belum lahir Indonesia.
Cilegon di era Pemerintahan Belanda, masuk wilayah Residen Banten dengan pusat di Kota Serang. Dalam struktur Pemerintahan Belanda, Cilegon dipimpin seorang Asisten Residen untuk menjalankan roda pemerintahan.
Sebelum melakukan pemberontakan, rakyat Cilegon mengangkat Kiai Haji Tubagus Ismail sebagai Raja dan Haji Wasid sebagai Patih.
Pemberontakan meletus karena ketidakpuasan rakyat Cilegon pada kondisi saat itu seperti pajak mencekik, praktik yang dianggap musyrik, kondisi sengsara rakyat pasca-meletusnya Gunung Krakatau pada 1883, dan adanya isu larangan adzan.
Pemberontakan mencapai puncaknya pada 9 Juli 1888 dini hari. Pasukan rakyat Cilegon dari berbagai penjuru berkumpul di gardu Pasar Jombang Wetan.
Pasukan pertama di bawah pimpinan Kiai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman Arjawinangun. Kemudian muncul pasukan Cilegon kedua yang lebih besar lagi dari Bojonegoro. Sedangkan dari arah utara, datang pasukan pimpiinan Haji Wasid, Kiai Haji Usman Tunggak, Haji Abdulgani Beji, dan Haji Nasiman Kaligundu.
Setelah itu pasukan lain terus berdatangan yang pada akhirnya berjumlah sangat besar. Mereka menyerukan Sabilillah atau berperang di jalan Allah SWT.
Pemimpin utama perang Cilegon ini adalah Haji Wasid. Ia membagi pasukan yang berkumpul saat itu ke dalam tiga pasukan tempur. Pasukan pertama di bawah kepemimpinan Lurah Jasim diperintahkan menyerbu penjara guna membebaskan semua tahanan.
Pasukan kedua di bawah kepemimpinan Haji Abdulgani Beji dan Haji Usman Arjawinangun. Pasukan ketiga di bawah komando Kiai Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman Tunggak.
Perintah Haji Wasid untuk memulai serangan disambut pasukan rakyat Cilegon yang sudah berkobar-kobar semangatnya dengan teriakan Sabilillah. Pekik perang bergemuruh yang mengguncang Cilegon.
Tiga pasukan tersebut berangkat melakukan penyerbuan sesuai perintah Haji Wasid. Di tempat itu tinggal Haji Wasid dan sebagian kecil pengikutnya.
Pada tanggal 9 Juli 1888 dini hari itulah berkecamuk penghancuran besar-besaran di Cilegon. Hampir semua pejabat terkemuka Cilegon di bawah pemerintahan Belanda terbunuh.
Penyerbuan ke penjara
Pasukan Cilegon dibawah kepemimpinan Lurah Jasim bergerak menuju penjara. Pintu penjara langsung mereka dobrak.
Penjara rupanya menjadi tempat persembunyian istri Asisten Residen Cilegon Gubbels dan seorang wedana. Mereka sudah mengetahui adanya pemberontakan sehingga bersembunyi di penjara. Tak dinyana, justru penjara menjadi sasaran awal serbuan pasukan Cilegon.
Istri Asisten Residen Cilegon Gubbels dan seorang wedana, dan kepala penjara langsung melarikan diri melewati jalan rahasia menuju kepatihan. Kepatihan sendiri kemudian menjadi sasaran pasukan rakyat Cilegon.
Semua tahanan yang berjumlah 20 orang dibebaskan termasuk Agus Suradikaria, narapidana yang paling terkenal saat itu. Agus Suradikaria sebelumnya adalah Asisten Wedana Merak.
Setelah dibebaskan Agus Suradikaria bergabung dengan pasukan Cilegon. Ia lalu tampil cukup menonjol dalam perang Cilegon ini.
Cilegon dalam waktu singkat diduduki pasukan rakyat Cilegon. Nyaris semua orang Belanda dan pengikut terbunuh.
Korban pertama adalah Dumas, seorang juru tulis Asisten Residen Cilegon. Dumas saat itu lari ke rumah Tan Heng Kok. Dumas kemudian ditembak pasukan Kia Haji Tubagus Ismail. Mayat Dumas ditemukan di pinggir jalan menuju Bojonegoro.
Operasi dilanjuktan dengan melakukan pengejaran terhadap pejabat Belanda dan pengikutnya yang belum terbunuh. Sasaran utama pasukan rakyat Cilegon yaitu Gubbels (Asisten Residen Cilegon) sementara lolos dari upaya pembunuhan. Gubbels saat itu sedang berada di Anyer untuk lawatan kerja sejak beberapa hari terakhir.
Menurut Bambang Irawan, Sutradara Film Geger Cilegon seperti dalam wawancara dengan iNews Cilegon, sasaran pertama pembunuhan sebenarnya adalah Gubbels. Sebagai Asisten Residen Cilegon, Gubbels adalah simbol utama Pemerintahan Belanda yang mesti dilenyapkan pada dini hari.
Gubbels sendiri akhirnya baru terbunuh pada siang hari. Telatnya pembunuhan terhadap Gubbles menyebabkan Perang Cilegon tidak meluas ke Serang.
"Dalam rencana, Gubbels seharusnya dibunuh pada dini hari dan setelah itu pasukan Cilegon melanjutkan serangan ke Kota Serang pada subuh dengan sasaran pusat Residen Belanda,” kata Bambang Irawan.
Di Kota Serang sendiri pada saat itu, sudah banyak pejuang yang menunggu kedatangan pasukan Cilegon untuk bahu membahu dalam perang. Mereka bersepakat akan melumpuhkan pemerintahan Belanda di Kota Serang.
“Namun karena ditunggu-tunggu tidak datang-datang, akhirnya pasukan Kota Serang membubarkan diri,” jelas Bambang Irawan.
Batalnya penyerbuan ke Kota Serang pada pagi buta, di lain sisi membuat kekuatan Belanda di sekitar Cilegon masih kuat. Akibatnya Belanda dengan cepat melancarkan serangan balasan untuk kembali merebut Cilegon.
(Bersambung ke bagian 2)
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait