PANDEGLANG, iNews.id - Sebanyak 233 Kepala Keluarga eks korban tsunami Selat Sunda tahun 2018 yang tinggak di hunian tetap (Huntap) Kampung Pasirmalang, Pandeglang mengeluhkan keberadaan fasiltias umum.
Hunian tetap di Kampung Pasirmalang, Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang di resmikan Kementerian PUPR dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang pada November 2021.
Fasilias umum yang dikeluhkan warga adalah sarana pendidikan, sarana ibadah, dan penerangan jalan umum.
Infrastruktur jalan juga belum memadai. Selain itu fasilitas pembuangan sampah belum ada sehingga sampah warga berserakan di mana-mana.
Mengenai sarana pendidikan, Ijah salah seorang warga menyatakan anak mereka terpaksa jalan kaki hingga 3-5 km. Jalan kaki ditempuh karena infrastruktur jalan belum memadai.
"Intinya kita butuh gedung serbaguna buat anak-anak untuk mencapai pendidikannya, dan masa depannya. Jarak ke sekolah adalah 3 hingga 5 kilometer," kata Ijah, Senin 31 Januari 2022.
"Kalau di TK atau PAUD dirumah pak ustadz, tapi kalau untuk anak yang sudah masuk SD maupun yang lebih atas itu harus ke menempuh jarak yang jauh. Walaupun disini tidak punya motor, tapi anak anak naik odong-odong. Namun ketika hujan ya terhambat juga," terangnya.
Warga berharap, Pemerintah Daerah segera menyediakan sarana pendidikan untuk anak-anak yang berada di hunian tetap.
"Ya minimal gedung serba guna aja dulu, untuk anak anak TK atau PAUD," pungkasnya.
Sementara Ketua RT 02 Kampung Pasirmalang, Jana mengatakan, janji Pemerintah Daerah yang akan membangun sejumlah fasilitas umum, hingga saat ini belum terlaksanakan. Untuk itu para warga berharap Pemerintah Kabupaten Pandeglang, segera membangun sarana dan prasarana sebagai penunjang kehidupan bagi warga hunian tetap.
"Jalan masih kerikil, lampu penerang jalan belum ada, bak sampah juga tidak ada. Fasilitas sekolah belum ada, fasilitas ibadah juga baru ada mushola saja, kami harapkan semua fasilitas ada untuk menunjang warga hunian tetap. Untuk jumlah Kepala Keluarga ada 223," kata Jana.
Selain fasilitas umum, warga juga mengeluh mahalnya biaya listrik, yang mencapai 350 hingga 500 ribu perbulan. Biaya sebesar itu tergolong mahal bagi mayoritas warga yang berprofesi sebagai nelayan.
"Banyak yang mengeluh, yang dua paket minta diturunin daya, tapi hingga saat ini tidak ada respon. Kita sudah ajukan ke pihak PLN juga, tapi belum ada penurunan daya. Penghuni keberatan karena sekali bayar mencapai 350 hingga 500 ribu rupiah, ya diharapkan segera ditanggapi," jelasnya.
Editor : Usep Solehudin
Artikel Terkait