CILEGON, iNewsCilegon.id – Kasus dugaan mafia tanah seluas 1,9 hektar di wilayah Kelurahan Gunung Gugih, Kecamatan Ciwandan, Cilegon-Banten memasuki babak baru.
Hal itu diketahui saat Badan Penyuluhan dan Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (BPPH PP) Provinsi Banten selaku kuasa hukum ahli waris Arsyap dari pewaris atas nama Saidjah binti Sakim melaporkan kasusnya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten pada Rabu (20/4) pekan lalu.
Dikatakan Ketua Tim Kuasa Hukum BPPH PP, Eka Wandoro Dahlan bahwa upaya ini dilakukan karena pihaknya bersama ahli waris telah dua kali melakukan mediasi dengan difasilitasi Pemerintah Kota Cilegon tapi tidak memperoleh kata sepakat.
“Di situ ada hak-hak masyakarat yang dirampas. Oleh sebab itu untuk mencari keadilan kami melakukan langkah hukum ini,” ujar Eka saat dihubungi iNewsCilegon, Ahad (24/4).
Dalam kasus itu, Eka memaparkan bahwa kliennya (Arsyap) sebagai memegang Girik/letter C. 290 atas nama Saidjah binti Sakim seluas 1,6 hektar Desa Gunung Sugih tertanggal 29 Desember 1975. Namun, setelah diukur Badan Pertanahan Nasional (BPN) luasnya bertambah menjadi 1,9 hektar yang terdiri dari lima bidang.
Sebagian tanah tersebut, tambah Eka telah dikuasai pihak lain, antara lain oleh PT Chandra Asri Petrochemical, PT Pancapuri Indoperkasa dan 11 perorangan.
“Kami akan ajukan surat pemblokiran ke BPN atas penerbitan surat-surat tanah itu. Ada juga kepemilikan tanah atas nama Sarmin dan Saridjan dari 11 perorangan itu telah diterbitkan surat hak milik hanya seluas 7 meter persegi dan 3 meter persegi. Ini yang patut kami pertanyakan,” cetus Eka.
Eka menjelaskan berdasarkan hasil penelusurannya, para pemegang sertifikat, baik berupa SHM atau HGB atas tanah itu tidak ada sama sekali hubungan ahli waris dengan pemilik tanah Saidjah binti Sakim (Girik/letter C 290).
“Kenapa pihak-pihak yang tidak ada hubungan dengan ahli waris bisa buat sertifikat. Karena sepengetahuan kami, hingga saat ini tanah tersebut belum pernah dialihkan atau dijualbelikan oleh pewaris maupun ahli waris kepada siapapun,” tegasnya.
Akibat perampasan hak atas Girik/ letter C 290 ini, jelas Eka kliennya hanya menguasai tanah seluas 757 meter persegi yang telah diterbitkan SHM pada 2017 dan lahan kosong seluas 3.895 meter persegi.
“Jadi klien kami telah kehilangan tanah seluas lebih dari 1,4 hektar dari 1,9 hektar sesuai dari hasil pengukuran BPN,” katanya.
Meskipun, ungkap Eka, pihaknya sangat mendukung sekali investasi yang dilakukan Pemkot Cilegon melalui PT Pancapuri Indoperkasa ataupun PT Chandra Asri Petrochemical.
“Tapi jangan sampai cara-caranya itu merugikan hak-hak masyarakat,” pungkasnya.
Namun hingga berita ini diturunkan, konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada pihak PT Pancapuri yang merupakan anak perusahaan PT Chandra Asri di bidang industrial estate itu belum direspon.
Editor : Mumpuni Malika
Artikel Terkait