Kisah Abuya Dimyati, Ulama Besar Pandeglang Pungut Kertas dari Tempat Sampah Demi Balajar

Ila Nurlaila Sari
Tak mampu beli kitab, Abuya Dimyati rela kumpulkan kertas untuk menulis kajian kitab. Foto: Istimewa.

PANDEGLANG, iNewsCilegon.id - Proses belajar Abuya Dimyati, ulama besar Pandeglang tidak dilalui dengan mudah. Keterbatasan ekonomi, untuk beli kitab tak sanggup. Ia pun mesti mengais kertas ke tong sampah untuk menulis pelajaran.

KH Abuya Dimyati lahir dari pasangan H. Amin dan Hj. Ruqayah sekitar tahun 1925. Sejak kecil, Abuya Dimyati sudah memperlihatkan kecerdasannya yang mumpuni di usia muda.

Beliau dikenal sebagai seorang ulama dan guru tarekat yang alim dan wara. Abuya juga merupakan pendiri pondok Cidahu, yang terletak di Kecamatan Cadasari, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Abuya Dimyati menjadi sosok yang senantiasa mengisi sebagian besar waktunya untuk mengaji dan berdzikir kepada Allah SWT.

Untuk mendapat ladang ilmu yang lebih luas, Abuya Dimyati belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya.

Dirangkum dari berbagai sumber, dikisahkan saat Abuya Dimyati masih menjadi seorang Santri, beliau tidak membawa bekal apa pun ketika hendak pergi ke pondok, kecuali sedikit beras dan minyak kelapa.

Selain itu, Abuya Dimyati juga tidak pernah membawa kitab seperti Santri pada umumnya saat ada acara pengajian di pondok.

Lantaran pada saat itu, kitab masih sangat langka dan Abuya Dimyati juga tidak memiliki cukup uang untuk membelinya.

Namun demikian, apabila gurunya, Kyai Tubagus Abdul Halim sedang mengajar para Santri, Abuya selalu hadir dan mengikuti pengajian dengan penuh takzim.

Agar ilmu yang diajarkan sang kyai dapat terserap dengan sempurna, Abuya Dimyati kerap meminjam kitab kepada temannya untuk di-muthola'ah (mengkaji dan mempelajari) sendiri.

Mengkaji dan mempelajari kitab dilakukan Abuya Dimyati setiap malam, tepatnya di atas pukul 00.00 WIB.

Beliau lalu menulis isi kandungan dari kitab yang dipinjamnya di atas kertas berukuran sederhana untuk kemudian dihafalkan.

Untuk bisa menulis di atas kertas, bukan pula hal yang mudah bagi Abuya Dimyati. Pasalnya, beliau harus mencari terlebih dahulu secarik kertas itu, bahkan hingga ke tempat sampah.

Jika kertas yang ditemukannya dalam keadaan kotor, maka Abuya harus mencucinya dengan hati-hati agar tidak robek.

Abuya Dimyati juga pernah menceritakan pengalamannya semasa menjadi Santri pada sang putra yang bernama Kh Muhammad Murtadlo.

Dalam ceritanya tersebut, Abuya menyampaikan rasa senangnya apabila menemukan kertas sebesar dua tapak jari, apalagi jika beliau mendapat kertas sebesar amplop.

Oleh sebab itu, Abuya gemar mengumpulkan kertas-kertas sekecil apapun sampai akhir hayatnya.

Bahkan beliau tidak pernah membuang atau membakar sehelai kertas pun.

Apabila Abuya Dimyati tidak mengkaji dan mempelajari kitab di malam hari, maka beliau akan mengisi waktunya untuk berdzikir kepada Allah SWT. Subhanallah! 

Editor : M Mahfud

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network