CILEGON, iNewsCilegon.id - Dibesarkan di lingkungan pesantren, menjadi titik awal yang berpengaruh perjalanan KH Tubagus Falak. Sejak kecil Ia sudah mengembara, memperdalam ilmu agama dari Banten hingga Cirebon.
Mama Falak, sebutan masyarakat sekitar, lahir pada tahun 1842 di Pandeglang, Banten. Putra tunggal dari pengasuh Pondok Pesantren Sabi, Kyai Tubagus Abbas bin Mu’min Abdul Hamid.
Nama KH Tubagus Falak harusnya sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Banten. Salah satu ulama kharismatik, Pejuang kemerdekaan Indonesia yang Gigih melawan penjajah.
Menginjak usianya yang ke-15, tepatnya tahun 1857, untuk pertama kalinya KH Tubagus Falak berangkat ke Makkah menimba ilmu hingga 21 tahun lamanya.
Di Makkah, Ia mempelajari berbagai ilmu dari ulama terkemuka. Seperti ilmu tafsir dari Syekh Nawawi al-Bantani dan ilmu tasawuf dari ulama asal Banten pula, yakni Syekh Abdul Karim.
Selama berada di Makkah, KH Tubagus Falak tinggal bersama gurunya, Syekh Abdul Karim. Selama di Makkah Mama Falak fokus mempelajari ilmu tasawuf dan memperdalam tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Dilansir dari berbagai sumber, dalam Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat, Syekh Abdul Karim membaiat KH Tubagus Falak untuk menjadi Mursyid (Guru Besar) Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.
Pada tahun 1878, Mama Falak pulang ke Nusantara dan menyebarluaskan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di tanah kelahirannya, Pandeglang.
Sepeninggalan Ayahnya, KH Tubagus Falak mendapat kepercayaan untuk memimpin Pondok Pesantren Sabi Pandeglang.
Ia dikenal sebagai ulama kharismatik, memiliki keluhuran budi pekerti yang dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar.
Aktivitas dakwahnya tak hanya dilakukan di Pandeglang, sebagai wujud pengamalan ilmunya Ia terus menyebarkan dan menyiarkan Islam di berbagai tempat, mulai dari Pandeglang, Banten hingga Pagentongan, Bogor, Jawa Barat.
Di Pagentongan lah KH Tubagus Falak mendapatkan seorang istri bernama Siti Fatimah. Sejak saat itu, Ia mulai merintis mendirikan Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor.
Pada tahun 1878, KH Tubagus Falak pulang ke Tanah Air, menjelang peristiwa Geger Cilegon. Atau yang dikenal dengan Pemberontakan Petani Banten.
Sebagaimana yang kita ketahui, pemberontakan ini dimotori oleh para guru tarekat. Lantaran adanya eksploitasi kolonial Belanda, tingginya pungutan pajak, dan tekanan kerja paksa.
Sartono Kartodirjo, dalam Pemberontakan Petani Banten 1888, menyebut KH Tubagus Falak menjadi salah satu ulama yang terlibat dalam Peristiwa Geger Cilegon. Penggeraknya para Kyai tarekat, seperti KH. Wasid, KH. Tubagus Ismail, dan Haji Marjuki.
Para penggerak pemberontakan tersebut merupakan murid dari Syekh Abdul Karim pernah belajar di Makkah, pengaruhnya sangat besar terhadap peristiwa itu.
Sama seperti Syekh Abdul Karim, KH Tubagus Falak bukanlah seorang revolusioner radikal. Kegiatannya sebatas dakwah, menyiarkan agama Islam sehingga Ia tidak menjadi tokoh kunci Pemberontakan Petani Banten tahun 1888.
Meski begitu, KH Tubagus Falak menjadi salah satu sasaran yang harus ditangkap kolonial Belanda. Pengaruhnya terhadap masyarakat sangat luar biasa sehingga menjadi momok tersendiri bagi Belanda.
Lantaran terus diburu pemerintah Kolonial, pada tahun 1892 KH Tubagus Falak kembali ke Makkah menunaikan haji dan memperdalam ilmu agama hingga menjelang awal abad 20.
Pada periode kedua di Makkah, KH Tubagus Falak seangkatan dengan KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, dua tokoh agama pendiri dua organisasi besar di Nusantara, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Pada awal abad 20, KH Tubagus Falak kembali pulang ke Nusantara memulai aktivitas pendirian Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor, Pondok yang pernah Ia rintis sebelumnya.
Karena kealiman dan kemasyhuran KH Tubagus Falak, pondok pesantren asuhannya menjadi salah satu tujuan belajar para santri. Menjelma menjadi salah satu pusat penyebaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Nusantara.
Aktivitas kebangsaannya semakin terlihat ketika ia kerap didatangi para tokoh pergerakan nasional kala itu. Sebut saja HOS. Tjokroaminoto juga Ir Soekarno yang seringkali meminta nasihatnya untuk urusan kemerdekaan Indonesia.
Pada masa Revolusi Fisik tahun 1945-1949, Ia juga turut berperan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mama Falak menjadi tokoh spiritual dan membangkitkan semangat Jihad Fisabilillah melawan penjajah.
KH Tubagus Falak wafat pada Rabu, 19 Juli 1972 M. Bertepatan pada tanggal 8 Jumadilakhir 1392 H pada usia 130 tahun, dimakamkan di Pagentongan, Bogor.
Sejarah perjuangan KH Tubagus Falak harus mendapat tempat di ingatan generasi saat ini dan yang akan datang, karena kontribusinya terhadap Bangsa Indonesia tidak diragukan lagi.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait