Tradisi Jahiliyah Kawin Tangkap Muncul Lagi, Polisi Geram

Ila Nurlaila Sari/Net Cilegon
Tradisi kawin tangkap viral di medsos. Foto: Layar Tangkap/twitter

SUMBA, iNewsCilegon.id - Budaya kawin tangkap di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah dilarang. Tradisi kawin tangkap dianggap tradisi jahiliah yang merendahkan kaum wanita. 

Meskipun telah dilarang, terkadang tradisi ini muncul kembali. Baru-baru ini, sebuah klip yang memperlihatkan aksi kawin tangkap viral di media sosial. 

Kali ini menimpa seorang gadis di Simpang pertigaan Kalembuweri, Jalur Tena Teke dan Jalur Rara, Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada video, kawin tangkap itu dilakukan oleh sejumlah pria terhadap seorang gadis yang tengah berdiri di samping sepeda motor di pinggir jalan raya.

Dalam unggahan akun twitter @Heraloebss, terlihat sekelompok orang yang terdiri dari empat pria nampak mengenakan pakaian adat dan bercelana pendek, datang dengan menaiki mobil pick up. Wanita asal Kelurahan Weetabula, Kecamatan Kota Tambolaka itu pun dengan cepat langsung dibekap dan diculik.

"MENYERAMKAN! Kawin Tangkap Kembali Terjadi di Sumba Barat Daya, NTT," keterangan dalam unggahan video yang dikutip iNewsCilegon.id, Jumat (8/9/2023).

Viralnya unggahan itu langsung ditanggapi cepat oleh pihak kepolisian. Kini, 4 pelaku sudah diamankan di Polres Sumba Barat Daya usai ditangkap di wilayah Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Kamis (7/9/2023).

Dari keterangan, didapati nama pria yang ingin melakukan kawin tangkap yakni Yohanis Bili Tanggu, warga Desa Wekura, Kecamatan Wewewa Barat. Sementara wanita yang menjadi korban bernama Dinansiana Malo.

Selain empat pelaku dan korban, polisi juga mengamankan satu unit mobil pick up sebagai barang bukti kasus kawin tangkap.

Dilansir dari buku karya Oe. H. Kapita,  berjudul Masyarakat Sumba dan Adat Istiadatnya, kawin tangkap, adalah tahap awal dari proses peminangan perempuan di adat Sumba. Cara ini dinamai piti rambang atau ambil paksa dan sudah disepakati dua belah pihak.

Di mana piti rambang dilakukan dengan cara calon mempelai laki-laki menangkap calon mempelai perempuannya untuk kemudian dinikahi. Prosesnya juga melibatkan simbol-simbol adat, seperti kuda diikat dan emas di bawah bantal. 

Tidak seperti yang terjadi belakangan ini, dimana kawin paksa terkesan seperti menculik dengan tindak kekerasan, bahkan terkadang menggunakan senjata tajam.

Editor : M Mahfud

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network