LOMBOK, iNewsCilegon.id – Murtede alias Amaq Sinta ditahan dan dijadikan tersangka setelah membunuh dua begal karena terpaksa untuk pembelaan diri. Langkah polisi menjadikan Murtede sebagai tersangka menimbulkan gelombang protes. Polda NTB pun akhirnya membebaskan Murtede.
Murtede alias Amaq Sinta dibegal pada Minggu, 10 April 2022 di Jalan Raya Desa Ganti, Lombok Tengah, NTB. Murtede saat itu mengendarai motor seorang diri di tengah malam buta untuk mengirim makanan dan air hangat untuk ibunya yang tengah di rawat di RS di Lombok Timur.
Pada saat melintas di tempat sepi, ia dicegat 4 sekawan begal yang akan mengambil paksa motornya. Dengan bengisnya, kawanan begal menebas parang sebanyak dua kali, tetapi bisa dihindari Murtede.
Merasa tak ada pilihan lain, Murtede mengamuk sejadi-jadinya. Daripada ia mati sia-sia, ia harus melakukan perlawanan.
Amukan Murtede membuat dua begal tewas tertikam pisau dapur yang dibawa Murtede.
Mengetahui dua kawannya tersungkur, dua begal lainnya kabur.
Murtede akhirnya pulang ke rumah. Dan keesokan harinya dijemput personel Polres Lombok Tengah. Murtede dijadikan tersangka dan ditahan.
Penahanan Murtede menimbulkan gelombong protes. Murtede tidak layak dijadikan tersangka dan ditahan karena ia terpaksa membela diri dari tebasan parang para begal.
Kasus Murtede kemudian diambil alih Polda NTB. Gelar perkara yang melibatkan para pakar hukum kemudian dilakukan dan Murtede dibebaskan.
Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Djoko Purwanto menyatakan bahwa, pihaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus Murtede.
"Hasil gelar perkara disimpulkan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan terpaksa sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil dan materiil," kata Djoko kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).
Menurut Djoko, keputusan dari gelar perkara tersebut berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
"Peristiwa yang dilakukan oleh Murtede merupakan upaya membela diri sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) KUHP soal pembelaan terpaksa," ujar Djoko.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menekankan bahwa, penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.
"Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan nesesitas," tutup Dedi.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait