Cara Wudhu misalnya, ada sejumlah perbedaan. Demikian juga Qunut pada saat Salat Subuh dan lain-lain.
“Jadi intinya membentuk umat Islam yang memiliki wawasan luas. Jadi tidak akan lagi mengkafirkan kelompok lain,” terang Asep Sofwatullah.
Asep mencontohkan sebelumnya antara orang NU dan Muhammadiyah sering terlibat dalam perdebatan yang tidak ada ujungnya terkait pemahaman yang berbeda. Namun belakangan, antar anggota kedua organisasi Islam terbesar Indonesia tersebut jarang muncul perdebatan yang berlarut-larut.
“Ini karena orang Muhammadiyah mempelajari NU, demikian pula orang NU mempelajari Muhammadiyah. Jadi akhirnya saling toleran,” terang lulusan Universitas Al Azhar, Mesir.
Mengenai Khilafatul Muslimin, Asep Sofwatullah menilai banyak pihak yang menyalahgunakan untuk kepentingan orang tertentu untuk berkuasa.
“Terus siapa yang menjadi khalifah, nanti akan perang terus tak henti berebut menjadi khalifah,” tutur Asep Sofwatullah.
Menurut Asep Sofwatullah, khalifah adalah pemimpin dan Indonesia sudah ada pemimpin yaitu presiden. Dan pemilihan presiden sudah ada mekanisme tertentu yang baku dan diterima semua pihak sehingga tak terjadi perang.
“Khalifah dalam bahasa bahasa Indonesia adalah pemimpin. Indonesia sudah punya pemimpin yaitu Presiden,” terang Ketua Alumni Al Azhar wilayah Banten tersebut.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait