PANDEGLANG, iNewsCilegon.id - Diduga ada penumpang gelap dibalik kasus pelecehan seksual yang dilakukan Y oknum anggota DPRD Pandeglang. Hal ini, terkait dengan ramainya kembali kasus pelecehan selama sepekan terakhir, padahal laporan sudah dicabut.
Menyikapi hal ini, Aktivis hukum Ahmad Syafaat selaku Founder Rumah Hukum Milenial angkat bicara. Menurutnya, semua pihak harus mengedepankan asas praduga tak bersalah.
“Saya rasa kita harus mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Apalagi yang bersangkutan belum ada bukti nyata maka sangat disayangkan jika diperlakukan seperti itu,” kata Ahmad Syafaat yang sekaligus Ketua HIMMA Provinsi Banten. Rabu (30/11/2022).
Soalnya, kata Ahmad Syafaat, asas praduga tak bersalah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman).
Sehingga, menurutnya, ketentuan tersebut menjadi jaminan bagi seseorang yang sedang dalam proses peradilan pidana dan disebut dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence).
"Asas praduga tak bersalah ini wajib diterapkan, sebelum ada putusan pengadilan terkait kesalahannya dan berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Sebagai negara hukum, Indonesia menganut asas praduga tak bersalah. Asas ini tertuang dalam Pasal 8 Ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasan Umum UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," ujarnya.
Kata Ahmad Syafaat, dengan anggapan tidak bersalah, hak-hak yang bersangkutan harus dihormati. Hak asasi manusia orang tersebut harus tetap dilindungi dengan proses hukum yang adil.
"Asas praduga tak bersalah juga penting untuk mengerem perilaku penegak hukum, untuk tetap memperlakukan yang bersangkutan sebagaimana orang-orang yang tidak bersalah," ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Syafaat ini menambahkan, harus ada keterbukaan aparat penegak hukum dalam membuka kasus ini. Sehingga, semuanya menjadi terang benderang.
"Pihak kepolisian jangan memberikan komentar yang multitafsir, karena kasus tersebut belum sampai pada tahap pemeriksaan dan keputusan hakim atau pengadilan, maka semua orang memiliki kedudukan hukum yang sama ” tegasnya.
Sementara itu Satria Pratama, kuasa hukum Y, anggota DPRD Pandeglang yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan pelecehan seksual menyatakan, kasus yang menimpa kliennya sudah dicabut oleh pelapor pada 28 April 2022.
"Surat permohonan pencabutan perkara itu ditulis tangan langsung oleh pelapor dengan tidak ada paksaan dan intimidasi dari pihak manapun, termasuk terlapor," kata Satria.
Apalagi, lanjutnya, pelapor yang melaporkan peristiwa dugaan pelecehan seksual pada 22 April 2022 melalui surat laporan polisi nomor: STPL/B/126/IV/2022/SPKT/Res.Pandeglang, itu sudah membuat surat pencabutan perkara pada 28 April 2022.
“Pada 22 April 2022 pelapor membuat laporan polisi dan pada 28 April 2028 pelapor berinisial AT ini dengan penuh kesadaran dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun membuat surat permohonan pencabutan perkara,” kata Satria Pratama, dalam konferensi pers di Kapulso Cafe, Pandeglang, Jumat (25/11/2022) lalu.
Soalnya, masih kata Satria, terlapor tidak melakukan intimidasi kepada pelapor agar mencabut laporannya ke Kepolisian. Apalagi dalam upaya perdamaian itu turut dimediasi oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Pandeglang.
“Dalam surat pencabutan perkara ini juga ditandatangani oleh tiga orang saksi dan salah satunya dari LPA. Jadi ini merupakan fakta hukum yang harus disampaikan kepada publik,” tuturnya.
Satria menambahkan, dengan santernya pemberitaan di media massa yang menyebut adanya oknum anggota DPRD Pandeglang yang diduga terlibat kasus pelecehan seksual, harusnya sudah clean and clear. Karena fakta adanya pencabutan perkara ini sudah disampaikan kepada penyidik Polres Pandeglang.
“Tetapi persoalan lain bilamana penyidik kemudian membuka persoalan ini lagi dan kemudian juga kita suda koordinasi dengan penyidik bahwa mereka masih menunggu untuk melakukan gelar perkara.
"Apakah perkara ini layak ditingkatkan ke penyidikan atau tidak, di ranah itu kita selaku pengacara tidak mengintervensi penyidik dan kita juga tidak memberikan ultimatum bahwa ini harus selesai berdasarkan surat permohonan pencabutan pelaporan,” terangnya.
Dengan kembalinya dibuka perkara yang sudah selesai pada 28 April 2022 lalu, namun ramai kembali dalam sepekan ini, pihaknya menduga ada penumpang gelap yang membawa kepentingan tertentu.
"Tentu ini ada orang yang memainkannya, sehingga menjadi ramai kembali," pungkasnya.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait