Ia dikenal sebagai ulama kharismatik, memiliki keluhuran budi pekerti yang dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar.
Aktivitas dakwahnya tak hanya dilakukan di Pandeglang, sebagai wujud pengamalan ilmunya Ia terus menyebarkan dan menyiarkan Islam di berbagai tempat, mulai dari Pandeglang, Banten hingga Pagentongan, Bogor, Jawa Barat.
Di Pagentongan lah KH Tubagus Falak mendapatkan seorang istri bernama Siti Fatimah. Sejak saat itu, Ia mulai merintis mendirikan Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor.
Pada tahun 1878, KH Tubagus Falak pulang ke Tanah Air, menjelang peristiwa Geger Cilegon. Atau yang dikenal dengan Pemberontakan Petani Banten.
Sebagaimana yang kita ketahui, pemberontakan ini dimotori oleh para guru tarekat. Lantaran adanya eksploitasi kolonial Belanda, tingginya pungutan pajak, dan tekanan kerja paksa.
Sartono Kartodirjo, dalam Pemberontakan Petani Banten 1888, menyebut KH Tubagus Falak menjadi salah satu ulama yang terlibat dalam Peristiwa Geger Cilegon. Penggeraknya para Kyai tarekat, seperti KH. Wasid, KH. Tubagus Ismail, dan Haji Marjuki.
Para penggerak pemberontakan tersebut merupakan murid dari Syekh Abdul Karim pernah belajar di Makkah, pengaruhnya sangat besar terhadap peristiwa itu.
Sama seperti Syekh Abdul Karim, KH Tubagus Falak bukanlah seorang revolusioner radikal. Kegiatannya sebatas dakwah, menyiarkan agama Islam sehingga Ia tidak menjadi tokoh kunci Pemberontakan Petani Banten tahun 1888.
Meski begitu, KH Tubagus Falak menjadi salah satu sasaran yang harus ditangkap kolonial Belanda. Pengaruhnya terhadap masyarakat sangat luar biasa sehingga menjadi momok tersendiri bagi Belanda.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait