JAKARTA, iNewsCilegon.id - Kementerian Ketenagakerjan menyoroti fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi beberapa bulan belakangan. Banyak perusahaan berdalih melakukan efisiensi guna mengurangi pengeluaran dari segi pembayaran gaji pekerja.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menyebut bahwa semua pihak baik Pengusaha, Pekerja/Buruh, Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, dan Pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK.
"Jika PHK tidak terhindarkan, maka maksud dan alasan PHK harus diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/ Serikat Buruh," jelas Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Ketenagakerjaan, Chairul Fadhly saat dihubungi MNC Portal, Jumat (30/6/2023).
Kemudian, pekerja/buruh bisa ajukan keberatan hingga menolak keputusan tersebut, bila dirinya terkena PHK. Lalu, perusahaan wajib melakukan dialog untuk membicarakan nasib pekerja.
"Apabila perundingan bipartit tersebut tidak mendapatkan kesepakatan, maka PHK dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu mediasi hingga Peradilan hubungan Industrial," sambungnya.
Perlu diketahui, putusan PHK pada pekerja diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa, perusahaan wajib memberitahukan informasi PHK pada karyawan paling tidak 14 hari sebelumnya.
"Pada hakekatnya kalau tidak sesuai prosedur maka potensi besar perselisihan. Jika tidak sesuai prosedur bisa dikategorikan PHK sepihak. Secara prinsip bisa untuk proses ke peradilan HI (hubungan industrial). Hanya saja harus terlebih dahulu ada perundingan bipartit, kalau gak selesai maju mediasi, kalau ga selesai baru bisa gugat ke pengadilan," tutupnya.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait