JAKARTA, iNewsCilegon.id - Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar ikut menyayangkan masih maraknya praktik pertambangan tanpa izin (PETI) di Indonesia.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terdapat lebih dari 2.700 lokasi PETI yang tersebar di seluruh Indonesia.
Antara lain, lokasi PETI batu bara sekitar 96 lokasi dan PETI Mineral sekitar 2.645 lokasi, dan salah satu lokasi PETI yang terbanyak berada di Provinsi Sumatera Selatan.
Menurut Gunhar, aparat tidak boleh tianggal diam dengan masih maraknya pertambangan liar di berbagai wilayah Indonesia, mengingat dampak buruk yang akan ditimbulkan.
"Aparat harus bertindak tegas menutup berbagai lokasi PETI, terutama di Sumatera Selatan yang disebut sebagai wilayah paling banyak terdapat praktik pertambangan liar. Dengan jumlah sebanyak 562 lokasi, berdasar hasil inventarisir Inspektur Tambang penempatan Sumsel," katanya, dalam keterangan kepada media, Jumat (15/7/2022).
Legislator PDI Perjuangan Dapil Sumsel II ini menegaskan, bahwa jika aparat tidak segera bertindak tegas terhadap berbagai praktik PETI itu, maka menurutnya akan menimbulkan dampak buruk tertuama bagi lingkungan sekitar tambang.
"Jika dibiarkan, maka praktik penambangan liar ini akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang tidak ringan. Sehingga akan menjadi beban negara untuk memperbaiki bekas lokasi tambang," katanya.
Selain itu, menurutnya, PETI sebagai praktik yang mengabaikan kewajiban-kewajiban baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat, tentu akan menimbulkan banyak kerugian bagi negara dan masyarakat sekitar.
"Karena mereka tidak berizin, maka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk membayar pajak kepada negara, serta menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar, termasuk juga pengalokasian dananya," katanya.
Seperti diberitakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan masih banyak praktik pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia. Keberadaan tambang ilegal ini dikhawatirkan memberikan dampak buruk secara lingkungan, sosial maupun ekonomi.
Editor : Mohamad Hidayat