Lantaran pada saat itu, kitab masih sangat langka dan Abuya Dimyati juga tidak memiliki cukup uang untuk membelinya.
Namun demikian, apabila gurunya, Kyai Tubagus Abdul Halim sedang mengajar para Santri, Abuya selalu hadir dan mengikuti pengajian dengan penuh takzim.
Agar ilmu yang diajarkan sang kyai dapat terserap dengan sempurna, Abuya Dimyati kerap meminjam kitab kepada temannya untuk di-muthola'ah (mengkaji dan mempelajari) sendiri.
Mengkaji dan mempelajari kitab dilakukan Abuya Dimyati setiap malam, tepatnya di atas pukul 00.00 WIB.
Beliau lalu menulis isi kandungan dari kitab yang dipinjamnya di atas kertas berukuran sederhana untuk kemudian dihafalkan.
Untuk bisa menulis di atas kertas, bukan pula hal yang mudah bagi Abuya Dimyati. Pasalnya, beliau harus mencari terlebih dahulu secarik kertas itu, bahkan hingga ke tempat sampah.
Jika kertas yang ditemukannya dalam keadaan kotor, maka Abuya harus mencucinya dengan hati-hati agar tidak robek.
Abuya Dimyati juga pernah menceritakan pengalamannya semasa menjadi Santri pada sang putra yang bernama Kh Muhammad Murtadlo.
Editor : M Mahfud