JAKARTA, iNewsCilegon.id - Meski sering didengar, namun tak banyak yang tahu apa sebenarnya penyakit Autoimun itu.
Padahal, menurut survey yang dilakukan di Amerika Serikat, penyakit ini menduduki urutan ketiga sebagai penyakit yang menyebabkan kematian (setelah penyakit kanker dan penyakit jantung/stroke).
Sekitar 15,5 persen dari total penduduk Amerika menderita penyakit ini, dan ironisnya 80% penderitanya adalah perempuan usia produktif.
Untuk mengatasi keadaan ini, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan anggaran khusus untuk penderita Autoimun senilai USD 100 milIar, sedangkan untuk penyakit kanker sebesar USD 57 milIar.
Di Indonesia sendiri, belum pernah ada survey yang dilakukan terkait penyakit Autoimun.
Autoimun sendiri adalah sebuah kondisi kesehatan dimana sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antara zat asing yang dianggap asing dan membahayakan tubuh dengan bagian tubuh penderitanya, sehingga menyebabkan masalah kesehatan kronis, bahkan kematian jika menyerang organ yang memiliki peran vital.
Para ahli menyebutkan, penyebab terbesar dari Autoimun ini adalah faktor lingkungan dan gaya hidup (sekitar 75%), sementara faktor genetik hanya sebagian kecil (25%).
Keadaan ini tentu saja harus diwaspadai dan disikapi secara serius.
Hal ini pula yang menggerakkan Marisza Cardoba Foundation (MCF) untuk melakukan sosialisasi lebih luas kepada masyarakat mengenai Autoimun ini sejak tahun 2012 bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI) sebagai bagian dari upaya preventif promotif.
Dalam webinar bertajuk “Peran Vitamin D pada COVID-19 bagi Orang Dengan Auto Imun (ODAI)”, yang digelar oleh Marisza Cardoba Foundation (MCF), Dewan Pakar Medis MCF, Prof. Dr.dr. Zakiudin Munasir SpA(K), mengatakan, "Banyak data yang melaporkan bahwa infeksi COVID-19 yang fatal maupun kondisi autoimunitas terjadi pada orang-orang dengan kadar vitamin D yang rendah. Bisa dimengerti karena vitamin D berperan pada respon imun dan pengaturan sistem imun untuk mengatasi reaksi inflamasi yang hebat.”
Prof. Zaki juga menjelaskan bahwa vitamin D merupakan salah satu jenis vitamin yang berfungsi sebagai hormon yang mengatur metabolisme kalsium dan pertumbuhan tulang. Vitamin D juga berperan dalam pengaturan sistem imun.
Sumber Vitamin D berasal dari sinar UV matahari yang mengubah prekursor provitamin D di kulit menjadi vitamin D. Sekitar 20% berasal dari makanan seperti susu, ikan, dan lainnya.
“Dosis vitamin D bergantung kadar vitamin D pada pasien, tidak bisa dirata-ratakan. Kalau sumbernya cukup setiap harinya, mungkin tidak perlu mengonsumsi suplemen. Tetapi kebanyakan kita kurang sinar matahari walau sinar matahari berlimpah. Dari makanan hanya menyumbang 20%,” jelas Prof. Zaki.
“Usahakan kadar vitamin D cukup terutama dari sinar matahari, sekitar jam 10 pagi sampai jam 2 siang. Kalau pagi sekitar 15 menit, kalau siang 5 menit cukup. Jangan lupa juga terapkan pola makan yang memenuhi gizi seimbang, cukup protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral,” ujar Prof Zaki.
Marisza Cardoba menghimbau masyarakat untuk Lima Dasar Hidup Sehat, atau pola hidup sehat menyeluruh, dan memastikan asupan Vitamin D yang memadai, sebab telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas hidup para ODAI hingga dapat kembali beraktivitas normal.
5 Dasar Hidup Sehat untuk ODAI adalah:
1. Gaya Hidup Sehat (pilih makanan sehat periksa kesehatan berkala, menjaga kebersihan);
2. Aktif Mandiri (olahraga 30 menit setiap hari, menanam bahan pangan sendiri);
3. Pengendalian stres (ibadah, komunikasi positif, manajemen waktu);
4. Terus belajar (bergabung dengan komunitas pembelajar, ketahui hak dan kewajiban pasien, ketahui informasi obat (polifarmasi), mengelola keuangan dengan baik;
5. Hidup Positif (menyeimbangkan otak, bekerja cerdas, tersenyum setiap saat).
Editor : Novita Sari