Tiga pasukan tersebut berangkat melakukan penyerbuan sesuai perintah Haji Wasid. Di tempat itu tinggal Haji Wasid dan sebagian kecil pengikutnya.
Pada tanggal 9 Juli 1888 dini hari itulah berkecamuk penghancuran besar-besaran di Cilegon. Hampir semua pejabat terkemuka Cilegon di bawah pemerintahan Belanda terbunuh.
Penyerbuan ke penjara
Pasukan Cilegon dibawah kepemimpinan Lurah Jasim bergerak menuju penjara. Pintu penjara langsung mereka dobrak.
Penjara rupanya menjadi tempat persembunyian istri Asisten Residen Cilegon Gubbels dan seorang wedana. Mereka sudah mengetahui adanya pemberontakan sehingga bersembunyi di penjara. Tak dinyana, justru penjara menjadi sasaran awal serbuan pasukan Cilegon.
Istri Asisten Residen Cilegon Gubbels dan seorang wedana, dan kepala penjara langsung melarikan diri melewati jalan rahasia menuju kepatihan. Kepatihan sendiri kemudian menjadi sasaran pasukan rakyat Cilegon.
Semua tahanan yang berjumlah 20 orang dibebaskan termasuk Agus Suradikaria, narapidana yang paling terkenal saat itu. Agus Suradikaria sebelumnya adalah Asisten Wedana Merak.
Setelah dibebaskan Agus Suradikaria bergabung dengan pasukan Cilegon. Ia lalu tampil cukup menonjol dalam perang Cilegon ini.
Cilegon dalam waktu singkat diduduki pasukan rakyat Cilegon. Nyaris semua orang Belanda dan pengikut terbunuh.
Korban pertama adalah Dumas, seorang juru tulis Asisten Residen Cilegon. Dumas saat itu lari ke rumah Tan Heng Kok. Dumas kemudian ditembak pasukan Kia Haji Tubagus Ismail. Mayat Dumas ditemukan di pinggir jalan menuju Bojonegoro.
Operasi dilanjuktan dengan melakukan pengejaran terhadap pejabat Belanda dan pengikutnya yang belum terbunuh. Sasaran utama pasukan rakyat Cilegon yaitu Gubbels (Asisten Residen Cilegon) sementara lolos dari upaya pembunuhan. Gubbels saat itu sedang berada di Anyer untuk lawatan kerja sejak beberapa hari terakhir.
Menurut Bambang Irawan, Sutradara Film Geger Cilegon seperti dalam wawancara dengan iNews Cilegon, sasaran pertama pembunuhan sebenarnya adalah Gubbels. Sebagai Asisten Residen Cilegon, Gubbels adalah simbol utama Pemerintahan Belanda yang mesti dilenyapkan pada dini hari.
Gubbels sendiri akhirnya baru terbunuh pada siang hari. Telatnya pembunuhan terhadap Gubbles menyebabkan Perang Cilegon tidak meluas ke Serang.
"Dalam rencana, Gubbels seharusnya dibunuh pada dini hari dan setelah itu pasukan Cilegon melanjutkan serangan ke Kota Serang pada subuh dengan sasaran pusat Residen Belanda,” kata Bambang Irawan.
Di Kota Serang sendiri pada saat itu, sudah banyak pejuang yang menunggu kedatangan pasukan Cilegon untuk bahu membahu dalam perang. Mereka bersepakat akan melumpuhkan pemerintahan Belanda di Kota Serang.
“Namun karena ditunggu-tunggu tidak datang-datang, akhirnya pasukan Kota Serang membubarkan diri,” jelas Bambang Irawan.
Batalnya penyerbuan ke Kota Serang pada pagi buta, di lain sisi membuat kekuatan Belanda di sekitar Cilegon masih kuat. Akibatnya Belanda dengan cepat melancarkan serangan balasan untuk kembali merebut Cilegon.
(Bersambung ke bagian 2)
Editor : M Mahfud