CILEGON, iNewsCilegon.id - Howard Schultz kini adalah CEO Starbucks, raksasa kedai kopi yang tersebar di berbagai negara. Ia menjadi kunci Starbuck dari kedai yang hampir bangkrut menjadi kedai kopi terbesar di dunia.
Namun tahukah Anda, jalan hidup Howard Schulz sangat terjal?
Schultz dilahirkan pada 19 Juli 1953 dari pasangan Fred dan Elaine Schultz, di Brooklyn, New York. Kehidupannya berkategori sulit.
Ayah ibunya adalah keluarga kurang berada. Situasi bertambah berat ketika sang ayah mengalami kecelakaan. Hal lebih memberatkan, ternyata ayahnya tak memiliki asuransi kesehatan. Alhasil, keluarga Schultz kesulitan untuk membayar biaya pengobatan.
Ayah Schultz sendiri diketahui tidak lulus dari sekolah menengah dan menjadi pekerja serabutan. Beberapa pekerjaan seperti sopir truk, buruh pabrik, dan juga sopir taksi pernah dicobanya.
Dengan situasi berat tersebut, Schultz telah mulai bekerja sejak usianya 12 tahun. Ia diketahui pernah menjadi seorang loper koran dan penjaga toko. Awalnya ia hanya hanya sempat mengenyam pendidikan hingga SMA saja.
Beruntung akhirnya Schultz mendapatkan beasiswa dari Northern Michigan University. Ia pun berhasil menggondol gelar Sarjana Komunikasi pada 1975.
Setelah lulus dari perkuliahan, Schultz mengawali kariernya di sebuah pondok ski yang terletak di Michigan selama satu tahun. Setelah itu, ia berpindah ke New York City sebagai seorang Salesman untuk perusahaan Xerox.
Schultz lalu direkrut sebuah perusahaan peralatan dapur bernama PAI Partners pada 1979. Posisinya sebagai General Manager di salah satu anak perusahaannya, Hammarplast.
Saat bekerja di Hammarplast, Howard Schultz bertanggung jawab untuk manufaktur mesin kopi.
Kunjungi Starbucks
Tanggungjawabnya di manufaktur mesin kopi, pada 1981, Schultz mengunjungi Perusahaan Kopi Starbucks di Seattle, Washington untuk memenuhi permintaan kebutuhan filter kopi mereka.
Dari kunjungan tersebut, Schultz kemudian justru direkrut Starbucks untuk menjadi Direktur Operasi Ritel dan Pemasaran pada 1982.
Setelah bekerja selama satu tahun, Schultz dikirim ke Italia untuk belajar cara membuat resep kopi Italia. Di sana, dia melihat begitu banyak kedai di pinggir jalan yang menyajikan kopi. Para pengunjungnya juga betah untuk duduk lama walau hanya meminum secangkir kopi.
Hal ini kemudian membuatnya berpikir bahwa konsep yang dibawa oleh Starbucks harus diubah, bukan hanya menjadi tempat menjual kopi, namun juga menjadi sebuah kafe yang nyaman bagi para pengunjung.
Sayangnya, ide tersebut ditolak dan Ia memutuskan untuk keluar dari Starbucks. Sekeluarnya dari perusahaan tersebut, Schultz berencana untuk membuka kedai kopinya sendiri pada 1986. Kedai tersebut diberi nama Il Giornale yang menggunakan konsep kedai kopi Italia dengan alunan musik opera sebagai latar belakangnya.
Tidak disangka, bisnis miliknya bahkan bisa menyaingi Starbucks. Setelah dua tahun berselang, manajemen Starbucks memutuskan untuk fokus ke Peet’s Coffee & Tea. Sedangkan ritel Starbucks dijual kepada Schultz dan Il Giornale sebesar USD3,8 juta atau setara dengan Rp57 miliar.
Schultz memutuskan untuk mengembangkan ritel Starbucks. Di tahun 2000, Starbucks berkembang pesat dan menjadi perusahaan global yang memiliki kedai kopi sebanyak 3.500 kedai di seluruh dunia. Melansir dari Forbes, Howard Schultz telah memiliki kekayaan sebanyak USD3,9 miliar atau sekitar Rp58,5 triliun.
Kehandalan Schultz tentu tak lepas dari jalan terjal yang dilalui semasa kecal. Schultz menjadi sosok tangguh dan mampu mengembangkan Starbucks ke seluruh penjuru dunia.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait