JAKARTA, iNewsCilegon.id – Presiden RI Joko Widodo baru-baru ini menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 tentang penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang di dalamnya menetapkan cadangan pangan pemerintah terdiri atas 11 komoditas.
“Pangan pokok tertentu yang ditetapkan sebagai CPP meliputi beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging unggas, telur unggas, daging ruminansia, gula konsumsi, minyak goreng, dan ikan." Begitu isi Pasal 3 dalam perpres yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 24 Oktober 2022.
Turut mendukung program pemerintah dan memperingati Hari Pangan Sedunia, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (“Indofood”) pada Kamis, 27 Oktober 2022 secara daring menyelenggarakan Simposium Pangan Nasional bertajuk "Transformasi Sistem Pangan Tangguh Berbasis Penelitian Pangan Fungsional dan Kearifan Lokal”.
Simposium dilaksanakan sekaligus dalam rangka seremoni penandatanganan MoU antara Indofood dengan 64 mahasiswa S1 penerima bantuan dana penelitian dari Program Indofood Riset Nugraha (“IRN”) tahun 2022/2023 serta penganugerahan Penghargaan bagi Peneliti Terbaik Program IRN tahun 2021/2022.
Pentingnya transformasi sistem pangan dilatarbelakangi peristiwa penting yang sedang dialami dunia yakni conflict, climate change, dan Covid-19 (3C) yang berdampak bagi sistem pangan di seluruh dunia dan telah menyebabkan disrupsi pada setiap sektor kehidupan. Keadaan ini menuntut negara-negara melakukan transformasi sistem pangan yang lebih tangguh, mampu menahan guncangan yang ditimbulkan oleh 3C tersebut.
Ketua Tim Pakar IRN, Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, MSc mengungkapkan, “Transformasi sistem pangan yang tangguh akan memastikan semua orang memiliki akses terhadap pangan aman dan bergizi, melakukan pergeseran ke pola konsumsi yang sehat dan berkelanjutan. Selain itu, transformasi ini akan mampu meningkatkan produksi yang bersifat positif terhadap alam, memajukan penghidupan yang lebih berkeadilan serta membangun sistem yang lebih tangguh dan mempunyai ketahanan terhadap kerentanan, guncangan, dan tekanan yang mungkin terjadi.”
Tema simposium pangan “Transformasi Sistem Pangan Tangguh Berbasis Penelitian Pangan Fungsional dan Kearifan Lokal” dipilih dengan pemahaman bahwa transformasi sistem pangan di Indonesia perlu dibangun dengan dasar sumber daya dan kearifan lokal untuk mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Seperti kita ketahui, Indonesia sendiri sangat kaya akan bahan-bahan pangan lokal. Bayangkan saja, menurut Kementerian Pertanian, paling tidak, ada sekitar 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan.
“Untuk itulah dalam program IRN ini, kita tekankan mentransformasikan pangan lebih baik dan tangguh dengan tidak harus meninggalkan pangan lokal dan kearifan lokal. Pengembangan potensi dan kearifan lokal justru akan memperkuat sistem pangan nasional menuju tangguh dan inklusif. Inilah kesempatan bahan pangan lokal untuk berkembang. Sesuai dengan kondisi yang ada, dan kekayaan sumber daya alam yang sangat beragam ini,” tandas Prof. Purwiyatno.
Ketua Program IRN dan Direktur PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk., Suaimi Suriady mengatakan, “Simposium pangan nasional adalah rangkaian Program Indofood Riset Nugraha yang diselenggarakan setiap 2 tahun sekali. Kami berharap acara ini bisa menjadi forum diskusi dan sharing ide untuk mengatasi pemasalahan pangan di Indonesia khususnya dan pengembangan sistem pangan yang lebih handal untuk masa depan. Kami juga berharap acara ini dapat menginspirasi dan memotivasi generasi muda memajukan pangan Indonesia.”
Ya, generasi muda atau yang biasa disebut dengan generasi milenial, masih banyak yang belum mengenal berbagai macam bahan pangan kearifan lokal. Coba sebut saja, talas, ganyong, sukun, suweg, gadung, gembili, garut, iles-iles, dan masih banyak lagi lainnya. Rasanya kening mereka akan berkerut tidak mengerti.
Menyasar anak muda, dalam hal ini para mahasiswa, di tengah isu ketahanan pangan, tema program IRN "Transformasi Sistem Pangan Tangguh Berbasis Penelitian Pangan Fungsional dan Kearifan Lokal” sangatlah tepat.
Program Indofood Riset Nugraha (IRN)
IRN adalah program bantuan dana penelitian bagi mahasiswa S1 yang tengah menyelesaikan tugas akhir/penelitian di bidang penganekaragaman pangan. Program IRN dimulai sejak 2006 sebagai lanjutan dari Program Bogasari Nugraha, yang telah dirintis tahun 1998 oleh Bogasari Flour Mills, salah satu kelompok usaha strategis PT Indofood Sukses Makmur Tbk. yang memiliki kegiatan usaha utama memproduksi tepung terigu dan pasta.
Tahun ini, jumlah proposal penelitian yang masuk mencapai 426 proposal dari 68 perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Setelah melalui beberapa tahap seleksi, Tim Pakar menetapkan 64 proposal dari 37 Perguruan Tinggi yang berhak menerima bantuan dana riset. Mereka juga akan mengikuti pelatihan, coaching clinic, dan mendapatkan bimbingan serta pendampingan dari Tim Pakar IRN.
“Kami ucapkan selamat dan kami berharap kesempatan ini bisa memotivasi kalian untuk melakukan yang terbaik dalam menyelesaikan penelitian. Bukan hanya untuk menyelesaikan tugas akhir, tetapi juga sebagai kontribusi generasi muda bagi pengembangan pangan fungsional Indonesia dengan memanfaatkan kearifan lokal,” ucap Suaimi.
Pada kesempatan ini, tampil sebagai salah satu pembicara adalah Tim Pakar IRN, Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MS, yang memaparkan tentang “Pangan Lokal untuk Mendukung Krisis Pangan”. Pembicara lainnya adalah dua pengusaha muda inspiratif yaitu Felix Bram Samora, Founder Rumah Kelor dan Rizal Fahreza, Founder Eptilu dan peraih Penghargaan Satya Lencana dari Presiden RI. Keduanya menyampaikan pandangan dan berbagi pengalaman mereka yang telah berkecimpung dalam usaha pangan.
“Pangan lokal kita yang sangat banyak dan beragam, bisa kita gunakan sebagai antisipasi jika terjadi krisis pangan. Krisis pangan itu jangan diartikan sebagai sebuah peristiwa tsunami besar, melainkan dia akan membunuh secara pelan-pelan. Asal tahu saja, saat ini, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengatakan 46 negara sudah terkena. Ada negara-negara yang sudah merah, kuning, Indonesia masih hijau. Merah itu berarti sudah mengalami krisis pangan. Krisis pangan akan menyebabkan gizi kurang. Ini adalah kesempatan kita untuk mengembangkan pangan lokal dan fungsional (menyehatkan/menyembuhkan/bernutrisi). Peluang kita banyak hanya saja kurang diteliti dan kurang dikembangkan. Contohnya sorgum, bahan pangan lokal yang bagus dan tidak ada matinya namun belum dikembangkan,” ungkap Prof. Bustanul.
Contoh lainnya adalah daun kelor (Moringa oleifera Sp.) yang sampai disebut dengan miracle tree atau tanaman ajaib karena memiliki segudang manfaat. Tanaman paling bernutrisi di dunia ini sangat mudah tumbuh, tahan panas dan kering, serta dapat hidup sepanjang tahun pada iklim tropis.
Felix Bram Samora, Founder Rumah Kelor, pemilik perusahaan budidaya daun kelor asal Blora Jawa Tengah ini sudah membuktikannya. Felix bahkan mengekspor produk olahan daun kelornya hingga ke Jerman. “Berdasarkan penelitian, nutrisi yang dikandung daun kelor itu sangat tinggi. Vitamin C-nya 7 kali lebih banyak dari jeruk, vitamin A 4 kali dari wortel, kalsium 4 kali lebih banyak dibanding susu, dan protein-nya 2 kali lipat dari yoghurt. Banyak manfaat (fungsional) yang dimiliki daun kelor diantaranya; bisa mengatasi stunting atau malnutrisi, sebagai ASI booster, dan bahkan bisa mengatasi hipertensi,” urai Felix yang mengolah daun kelor menjadi teh celup, tepung, dan lain sebagainya. “Masih sangat luas pengembangannya. Misal, untuk pakan ternak. Ini kesempatan peneliti untuk mengembangkan tanaman emas hijau ini. Bisa jadi aset negara kalau kita mau mengembangkannya bersama-sama,” tambah Felix.
Pengusaha muda inspiratif lainnya, Rizal Fahreza, Founder Eptilu yang sejak tujuh tahun lalu memilih membangun kampung halamannya di Garut setelah lulus kuliah dari Institut Pertanian Bogor. Memanfaatkan potensi daerah, tanaman pangan kearifan lokal (jeruk dan cabai), melibatkan 85 persen anak muda sekitar serta berkolaborasi dengan pemerintah daerah, kini ia sukses mengelola Agrowisata di daerah Cikajang, Garut, Jawa Barat.
“Tahun 2017 saya mulai mengembangkan Agrowisata ini. Ada 2 juta orang ke Garut yang biasanya mereka hanya ke Cipanas, dodol Garut ataupun jaket kulit, saya buka konsep lain yaitu konsep kebun Agrowisata. Inovasi terbaru, dalam rangka mempromosikan pertanian kita dari sisi lain, Agrowisata ini juga dijadikan lokasi syuting film The Raid,” cerita Rizal.
Peneliti IRN Terbaik Periode 2021/2022
Dalam kesempatan ini, diumumkan pula Empat orang mahasiswa penerima dana bantuan program IRN tahun 2021/2022 yang ditetapkan sebagai Peneliti Terbaik. Keempat peneliti tersebut terpilih karena memenuhi kriteria penilaian yang meliputi lima aspek yakni; pelaksanaan penelitian, mutu penelitian, teknik presentasi, penguasaan materi, dan sikap peneliti.
Sebagai apresiasi, masing-masing peneliti mendapatkan hadiah berupa laptop. Adapun nama Peneliti Terbaik IRN 2021/2022 adalah:
1. Ulfa Febiana Whatin – Universitas Teknologi Sumbawa
Judul Penelitian: Pengembangan dan Standarisasi Produk Ikan Baga Sumbawa Probiotik Berbasis Fermentasi Lactobacillus Fermentum.
2. Nareta Defiani – Universitas Gadjah Mada
Judul Penelitian: Pengaruh Pakan Alternatif Campuran Mikroalga (Chlorella Vulgaris) dan Tanaman Mata Air (Azolla Microphylla) terhadap Ekspresi Gen Prl pada Ayam Hibrida Unggul.
3. Rafiq Abdul Gani – Universitas Lambung Mangkurat
Judul Penelitian: Pengembangan Biodegradable Mulch Film dari Pati Umbi Nagara Menggunakan Spray Sebagai Pengganti Plastik Mulsa Konvensional pada Budidaya Pertanian.
4. Graciela Delarosa – Unika Atmajaya
Judul Penelitian: Pengembangan Kemasan Cerdas Berbasis Kitosan Termodifikasi Dipadukan dengan Antosianing Bunga Telang (Clitoriaternatea) sebagai Indikator Kesegaran Daging Ayam.
Editor : Novita Sari