Hamdihi menuturkan, Kabiro hukum dan inpektorat setda pandeglang harus segera melakukan tugas fungsinya untuk mengecek ulang perbup No 40 tahun 2022.
"Karena dikhawatirkan ratusan kepala dan guru MDTA ini akan jadi korban dari perbup baru tersebut, seharusnya kabid PNF Disdikpora pandeglang bisa menjalin kerjasama yang baik dengan kepala dan guru madrasah untuk membahasa perbup tersebut," ungkapnya.
Minimal, kata Hamdihi, kepala dan guru MDTA diberikan infomasi sebelumnya terkait aturan baru tersebut, Kelompok Kerja Kepala MDT (K3MDT) merupakan himpunan dari kepala dan guru MDT se-Kabupaten Pandeglang yang sesuai Dirjen Pendis no 2351 thn 2012.
"Pengaduan kepala dan Guru sudah disampaikan langsung ke Disdikpora Pandeglang, puluhan pengurus Kelompok kerja Kepala MDT mendatangi ruang Kabid PNF mengadukan guru MDTA tidak dapat insentif, saat itu Kabid PNF manjawab, bahwa data guru di ambil dari pihak ketiga sesuai Perbup no 40/2022, entah siapa yang dimaksud oleh kabid dengan pihak ketiga ini, apakah Kemenag atau Ormas, Kami pun pulang dengan kekecewaan, karena jawaban kabid PNF terkesan melempar ke sana kemari, kami bingung entah apa yang harus kami sampaikan kepada guru-guru MDTA," kata Hamdihi.
Pemerhati Pendidikan MDTA Kabupaten Pandeglang, Asep Cifta Mandranata turut angkat bicara.
"Melihat anggaran untuk bidang keagamaan pendidikan Madrasah Diniyah saya sangat ngerih, bupati selalu mengatakan Pandeglang Kota sejuta santri, namun dalam meng eksekutor anggaran untuk bidang agama saja malah di penggal hampir habis. Memang guru Madrasah diniyah dari dulu sebelum di perda kan, baik-baik saja tanpa adanya konflik dengan pemerintah, namun perhatian pemda pandeglang terhadap pendidikan MDT diacungkan jempol ketika tahun 2012-2020 anggaran sebesar 6 milyar, namun kenapa 2021-2022 ini malah dipenggal habis-habisan," tanyanya.
Lanjut Asep, aturan-aturan yang terkesan dibuat-buat oleh Kabid PNF Disdikpora menambah makin carut-marutnya proses penyaluran.
"Sudah di penggal habis-habisan, malah di buat aturan baru dengan menggunakan ormas sebagai pihak ketiga. Sudah jelas Perda tentang diniyah No 1 tahun 2020 sebagai landasan membuat aturan pengelolaan, masa sih setiap verifikasi dilibatkan ormas, aneh juga," tukasnya.
"Sejak awal selalu bermasalah ketika anggaran di kelola oleh disdikpora, saran saya lebih baik pindahkan anggaran hibah ke Kesra saja, dan dewan juga segera meriview perda agar bisa di kelola oleh Kesra. Toh bidang agama semua anggaran ada di kesra kenapa MDTA di disdikpora," pungkasnya.
Editor : M Mahfud