Muray menjelaskan, pada dasarnya, orang terbangun beberapa kali sepanjang malam. Orang juga cenderung tidur lebih ringan di paruh kedua malam menuju pagi hari sehingga lebih mudah terbangun. Kendati orang seringkali tidak sadar saat ia terbangun, alhasil kejadiannya memicu stres pada tubuh.
Kondisi ini juga memicu orang tersebut mengalami anxious wakefulness (terbangun dengan rasa cemas), seperti dijelaskan Murray dalam The Conversation.
Kecemasan pada dasarnya terbangun dari mengidentifikasi masalah, "mengunyah-ngunyah" asumsi terburuk, dan mengabaikan aspek-aspek yang dapat membantu pemecahan masalah itu sendiri.
Namun, sekitar jam 3 pagi tersebut, manusia juga berada di waktu dengan cahaya alami yang minim serta sumber daya koneksi sosial dan aset budaya paling terbatas.
Sederhananya, lebih sulit mengontak teman dekat di jam 3 pagi saat terbangun dengan rasa cemas. Di samping itu, lebih bahaya juga untuk jalan-jalan ke luar rumah untuk mengalihkan pikiran saat hari masih gelap.
Dengan demikian, semua akses ke cara coping atau mengatasi kecemasan sebagai orang dewasa sangat terbatas di waktu ini. Akibatnya, pikiran seseorang jadi cenderung mengasumsikan hal-hal terburuk (catastrophizing).
Lalu Bagaimana Mencegahnya?
Editor : M Mahfud