Bagas mengaku ketika memulai usahanya tidak mengenal dunia pertanian sebelumnya. Dia belajar pertanian secara otodidak. Alasannya menjadi petani, ingin menyediakan lapangan pekerjaan bagi pengangguran atau yang ingin menjadi petani. Bahkan, dia merekrut preman bertato yang ditemuinya di jalan.
"Anak muda di lampu merah, saya tawarin kerja. Ada santri juga, lulus dari pondok pesantren, mereka antusias ingin menjadi petani. Ada juga ibu-ibu untuk ikat kangkung," ucap Bagas.
Seiring berjalannya waktu, dengan kerja keras dan semangat yang dimilikinya, pada 2019 lalu, lahan yang dimilikinya telah menjadi 26 hektare (ha). Selain sayuran, dia juga mengembangkan buah. Hasil pertaniannya tidak hanya dipasarkan di pasar tradisional, tapi juga merambah pasar modern.
Pada tahun itu, omzetnya per hari dari pasar tradisional menurun karena persaingan ketat dari sebelumnya Rp10 juta menjadi Rp6 juta hingga Rp7 juta per hari. Sedangkan dari pasar modern bisa mencapai Rp9 juta per hari.
Dari kerja kerasnya itu, dia juga bisa membangun rumah. Selain itu, membeli mobil Fortuner hingga daftar haji.
"Bertani itu menjanjikan, yang penting disiplin. Kita juga harus bisa baca pasar, bulan ini cocoknya tanam apa, harus tahu jadwalnya. Harus dijadwal (tanam buah atau sayuran jenis apa) supaya di pasar tidak bentrok dan ikuti aturan mainnya," tutur dia, dikutip dari YouTube PT Pupuk Kujang.
Dia pun memberikan tips untuk menjadi petani sukses, diperlukan mental yang kuat serta berani kotor dan capai. Selain itu, juga memiliki pasar lebih dahulu untuk meminimalisir kerugian.
"Kita harus punya pasar dulu, baru tanam. Apa yang dibutuhkan pasar baru tanam, bukan tanam baru jual ke pasar. Jadi kita enggak puyeng dan buang dagangan kalau enggak laku," ujarnya, yang pernah meraih penghargaan petani inspiratif itu.
Editor : M Mahfud