MEDAN, iNews Cilegon.id - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Alwi Mujahit Hasibuan, tak terbukti menerima aliran dana sebesar Rp1,4 miliar.
Demikian harapan kuasa hukum Alwi Hasibuan, Hasrul Benny Harahap dalam persidangan lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan dengan agenda pembacaan duplik, Senin (12/8/2024).
"Bahwa tuduhan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya berdasarkan keterangan dari dr David Luther Lubis, yang menyebutkan adanya aliran dana kepada Alwi. Namun, dr David sendiri mengaku mendapatkan informasi tersebut dari pihak lain, yakni M. Suprianto," kata Hasrul.
"Bahkan ketika dipanggil sebagai saksi, Suprianto juga membantah pernah memberikan keterangan tersebut atau terlibat dalam penyerahan dana kepada Alwi," imbuh Hasrul.
Hasrul membantah adanya barang fiktif. Ia menjelaskan bahwa seluruh barang, termasuk 90.000 coverall, telah disalurkan dengan benar kepada rumah sakit dan instansi terkait.
Hasrul menjelaskan peran kliennya sebagai Pengguna Anggaran di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Sesuai peraturan yang berlaku, Alwi telah mendelegasikan kewenangan pengadaan barang kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Ini dilakukan sesuai dengan Peraturan LKPP No. 13 Tahun 2018 dan Surat Edaran LKPP No. 3 Tahun 2020. Oleh karena itu, proses pengadaan tersebut berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab PPK, bukan dirinya secara langsung," urai Hasrul.
Hasrul juga menanggapi tuduhan mengenai harga barang dalam pengadaan APD yang kemahalan. Ia menekankan bahwa pengadaan dilakukan pada saat pandemi COVID-19, di mana harga barang-barang mengalami kenaikan tajam akibat kelangkaan.
"Bahwa seluruh proses pengadaan telah melalui review yang ketat dari Inspektorat Provinsi Sumatera Utara dan diaudit oleh BPK. Hasil audit tersebut, tidak menemukan adanya ketidakwajaran harga, kemahalan, atau barang fiktif," tegas Hasrul.
Sementara, Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Muhammad Joni, SH, MH, menegaskan Majelis Hakim harus berani mengambil keputusan yang sesuai fakta hukum persidangan dan harus adil. Jika tidak terbukti di persidangan secara sah dan meyakinkan maka perbuatan yang didakwakan tidak terbukti.
"Fakta hukum persidangan harus menjadi pertimbangan mutlak Majelis Hakim yang dengan obyektif, bukan testimonium de auditu, mengabaikan fakta yang teruji kebenarannya, dan sesuai asas hukum pembuktian. Bukan subyektif dan di luar hukum," ungkap Muhammad Joni.
Editor : M Mahfud
Artikel Terkait