get app
inews
Aa Read Next : Mudik Gratis Pemkot Cilegon Siap Angkut 2.160 Pemudik

Nurhayati Jadi Tersangka, ICW Desak LPSK dan KPK Segera Turun Tangan

Rabu, 23 Februari 2022 | 11:26 WIB
header img
Nurhayati Jadi Tersangka, ICW Desak LPSK dan KPK Turun Tangan (Foto: Okezone)

JAKARTA, iNews - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan terkait kasus Pemolisian Nurhayat.

Diketahui, Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Cirebon setelah dirinya melaporkan dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa tahun anggaran 2018-2020 yang dilakukan oleh Kepala Desa Citemu.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan kasus Pemolisian Nurhayati yang menjabat sebagai Bendahara Keuangan di Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat, ini akan menjadi preseden buruk bagi peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

"Untuk itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) harus mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati sebagai bentuk untuk mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia," kata Kurnia dalam siaran persnya, Rabu (23/2/2022).

Kurnia mengatakan mengacu konsideran UU PSK untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli. Jadi, LPSK harus pro aktif mendampingi Nurhayati.
   
"KPK juga harus segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi," tegas Kurnia.

Kesimpulan ini, lanjut Kurnia, bukan tanpa dasar sebab pada tahun 2020 Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan PerPres 102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di dalamnya memuat kewenangan lembaga anti-rasuah tersebut untuk mengawasi proses penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

"Kewenangan itu secara jelas dituangkan dalam Pasal 6 ayat (1) PerPres 102/2020. Bahkan kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi juga sudah diatur dalam Pasal 6 juncto Pasal 8 huruf a UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Kurnia.

Kurnia menambahkan kasus seperti ini bukan kali pertama terjadi, pada akhir tahun 2020 lalu, seorang mahasiswa di Universitas Negeri Semarang juga menerima skorsing selama 6 bulan setelah melaporkan rektor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kejadian ini sungguh sangat disayangkan, sebab, ke depan masyarakat akan selalu merasa dalam ancaman ketika ingin melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke aparat penegak hukum," kata Kurnia.

Menurut Kurnia masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara. Hal ini dilakukan agar memastikan penyelenggaran negara dapat berjalan bersih dan bebas dari korupsi.

"Setidaknya terdapat 3 peraturan perundang-undangan yang menjamin peran serta masyarakat, antara lain, Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang UU PSK, Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Kurnia

 Kemudian, lanjut Kurnia, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Editor : Mumpuni Malika

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut